Agar upaya pewarisan pemikiran Kartini bisa berjalan baik, sekolah bisa mengambil peran konstruktif dan edukatif dengan memasukkannya dalam muatan lokal
MEMAHAMI hanya sebatas kulit luar mungkin istilah yang paling tepat untuk menggambarkan kedangkalan pemahaman Kartini (kaum wanita) kini, terhadap usaha-usaha RA Kartini untuk membangun peradaban bangsa. Sebagian besar Kartini kini hanya tahu RA Kartini adalah pahlawan emansipasi yang lahir di Jepara, 21 April 1879, pernah sangat menderita dalam pingitan, anak Bupati Jepara, kawin dengan Bupati Rembang dan meninggal serta dimakamkan di Bulu. Tetapi ketika pertanyaan dilanjutkan, apa sebenarnya yang telah dilakukan oleh RA Kartini, banyak perempuan yang ragu untuk menjawabnya.
Padahal spirit perjuangan Kartini demikian luar biasa. Ia tidak hanya berjuang untuk membebaskan kaum wanita dari belenggu adat yang telah berabad-abad mengikat kaki dan tangan mereka tetapi yang dicita-citakan adalah membangun sebuah peradaban bangsa. Karena itu Kartini menganggap perjuangan untuk melepaskan rantai diskriminasi hanyalah sasaran antara untuk membangun peradaban baru bagi bangsa Bumiputera. Peradaban yang memberikan tempat yang sama bagi semua orang.
Dalam surat-suratnya yang sangat panjang selama hampir 5 tahun, termasuk 2 notanya kepada pemerintah Hindia Belanda, kita juga dapat belajar tentang paham nasionalisme yang disuarakan nyaring oleh Kartini. Juga perlawananya kepada kolonialisme yang dituduh Kartini berkeinginan agar bangsa Bumiputera tetap miskin dan bodoh sehingga tetap bisa dikuasai.
Karena itu Kartini telah ikut meletakkan fondasi dan spirit bagi perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Kartini telah ikut menyemai tumbuhnya bunga-bunga nasionalisme dan patriotisme di tengah-tengah bangsa Bumiputera yang terjajah ratusan tahun. Dengan caranya sendiri, ia telah ikut mengobarkan api perjuangan dan keberanian melawan kolonialisme lewat ujung penanya..
Tak hanya Pahlawan Emansipasi yang layak disandangnya tetapi ia juga layak mendapatkan anugrah sebagai Ibu Nasionalisme. Sebab jauh sebelumnya pergerakan itu menemukan momentumnya pada 1908, Kartini telah lebih dahulu melakukannya. Apa yang dilakukan tidak hanya mampu memberikan inspirasi terhadap pejuang pergerakan Indonesia dan rakyat Bumiputera tetapi telah menumbuhkan keberanian melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan.
Memikul Beban Pokok-pokok pikiran Kartini pada tanggal 24 Desember 1911 telah diterima secara aklamasi sebagai richtsnoer atau pedoman perjuangan Indische Vereeniging di Belanda, tempat berhimpunnya para mahasiswa Indonesia. Tahun 1924 organisasi ini diganti dengan Perhimpunan Indonesia yang menjadi salah satu pelopor utama pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Sementara di Tanah Air terbitnya buku Door Duisternistot Licht yang berisi kumpulan surat Kartini disambut hangat oleh para tokoh pergerakan. Bahkan ada tanggal 24 Mei 1912, di surat kabar milik Dr Douwes Dekker, De Express, Dokter Tjipto Mangunkusumo menegaskan tiap halaman surat Kartini tertuang keinginan, harapan, dan perjuangan untuk mengajak bangsanya bangun dari tidurnya yang panjang yang telah beratus-ratus tahun.
Jauh sebelum Jong Java dideklarasikan tahun 1915 dengan nama Tri Koro Dharmo, 12 tahun sebelumnya dalam suratnya kepada Ny Ovink Soer tahun 1903, Kartini sudah mengungkapkan tentang para aktivis Jong Java yang menyebut Kartini dengan panggilan ayunda, tempat mereka mencurahkan persoalan dan keyakinannya akan datangnya zaman baru yang hanya bisa dicapai dengan persatuan para aktivis perjuangan.
Karena itu pewarisan nilai, semangat juang, dan pemikiran Kartini dirasakan perlu, bukan saja untuk menjaga agar momentum peringatan tidak salah arah dan terjebak dalam acara seremonial yang kurang bermakna melainkan agar dalam setiap zaman muncul anak-anak ideologis Kartini yang berani memikul beban zaman.
Agar upaya pewarisan itu bisa berjalan baik, sekolah bisa mengambil peran konstruktif dan edukatif dengan memasukkannya dalam muatan lokal. Termasuk pewarisan melalui organisasi perempuan yang sering kali bangga menyebut dirinya pewaris semangat Kartini. (10)
— Drs Hadi Priyanto MM, penulis buku Kartini Pembaharu Peradaban, Kepala Bagian Humas Setda Jepara
SUMBER
No comments:
Post a Comment