JANGAN biarkan anak Anda menjadi materialistis. Sebab, Anda akan menjadi sangat repot untuk memenuhi semua keinginannya. Harta bukanlah segalanya. Namun sayangnya, akibat kehidupan modern yang serba materialisme itu, mental anak-anak menjadi rusak.
Padahal, kasih sayang tidak mesti ditunjukkan dalam bentuk harta bahkan membuat orangtua harus rela utang sana-sini untuk memenuhinya.
Fenomena rusaknya mental anak-anak akibat materialisme itu pun tampak sangat parah di negara maju seperti Inggris. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 89 persen orang dewasa di sana sepakat bahwa anak-anak semakin menjadi materialistis dibandingkan sebelumnya.
Temuan ini berdasarkan survei GK NOP yang melibatkan 1.225 responden orang dewasa di Inggris. Dari hasil temuan polling ini, sebagian besar orang dewasa Inggris meyakini bahwa anak-anak generasi zaman sekarang lebih materialistis dibandingkan anak anak sebelumnya. Polling ini di antaranya menanyakan tentang berbagai macam permintaan anak-anak kepada orangtuanya.
Lembaga The Children's Society menyatakan, orang dewasalah yang harus bertanggung jawab atas fenomena tingginya level pemasaran produk komersial pada anak-anak. Kepala The Children's Society Bob Reitemer menuturkan, pertanyaan penting muncul mengenai bagaimana membiarkan anak tumbuh dan berkembang yang bebas dari berbagai macam teknik pemasaran produk industri.
"Kita tidak bisa menyalahkan anakanak begitu saja karena munculnya budaya ini. Selama ini orang dewasa apakah mendukung anak menjadi materialistis atau tidak," ujarnya. Tercatat, keuntungan industri di Inggris dari segmen pasar anakanak diestimasikan mencapai sebesar 30 miliar poundsterling.
Kepala Lembaga National School Partnership Mark Fawcett menyatakan, tidak mungkin melindungi anak-anak dari dunia nyata saat ini. Sebab, masuknya beragam informasi dengan bebas memang bisa didapatkan anak-anak. Meski demikian, bukan berarti tanpa jalan keluar.
Menurut Fawcett, semua orang dewasa dari semua komponen harus bersama-sama bertanggung jawab bahwa anak-anak jangan sampai dieksploitasi, tapi harus didampingi. Orangtua pun harus menjadi lebih teguh menolak semua permintaan konyol dari anak-anak terhadap suatu barang dengan harga yang sangat mahal.
Dr Rowan William dari The Archbishop of Canterbury menyatakan, anak-anak harus didorong dan diberikan pengertian bahwa nilai diri mereka itu lebih dari sekadar barang-barang yang mereka miliki. Sebab, tidak jarang anak-anak menginginkan sesuatu karena melihat iklan atau melihat temannya sudah memilikinya.
"Menjual gaya hidup pada anak-anak telah mengakibatkan budaya kompetisi materialisme serta membuat mereka menjadi sangat individualis dan serakah nantinya ketika dewasa dan hidup bersosialisasi," ujarnya. Tekanan produk komersial terhadap anak-anak memberikan dampak merusak mereka.
Profesor bidang kejiwaan anak-anak dari Institute of Child Health London Philip Graham menyatakan, salah satu faktor penyebab utama munculnya masalah mental pada anak-anak dan remaja itu akibat untuk memenuhi rasa ingin memiliki yang berlebihan (posesif). Salah satunya dalam hal berpakaian atau barang-barang elektronik.
"Bukti itu menunjukkan bahwa di Inggris maupun Amerika Serikat (AS) yang paling terpengaruh akibat tekanan produk-produk komersial adalah meningkatnya angka masalah kesehatan mental," paparnya.
Hasil survei itu menunjukkan bahwa hampir 90 persen responden berpikir bahwa iklan-iklan saat Natal justru menekan orangtua untuk menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan kemampuan mereka sebenarnya.
Ini tidak berbeda dengan fenomena Lebaran di Indonesia. Sebab, banyak keluarga di Indonesia yang membelanjakan banyak uang untuk sesuatu yang belum tentu mereka butuhkan. Kemudian, penemuan lainnya, 60 persen responden percaya bahwa mental anakanak dan remaja rusak akibat iklan dan pemberitaan di media.
Sebanyak 63 persen responden wanita dalam survei ini lebih cenderung berpikir bahwa media merupakan penyebab utama munculnya budaya materialisme pada anak-anak. Sementara itu, hanya 56 persen responden pria yang setuju dengan pernyataan tersebut.
Source : OkeZone
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment