Saturday, October 23, 2010

Seniman Tari Sardono W. Kusumo


Dalam perkembangan tari konteporer Indonesia Sardono Waluyo Kusumo adalah sebuah nama yang mendapatkan tempat khusus. Melalui karya tarinya Sardono telah membawa nafas baru dalam dunia koreografi. Keinginannya untuk membumikan seni tradisi Jawa dan sekaligus membawanilai modern ke dalam telah menempatkan Sardono sebagai satu ikon seni tari kontemporer Indonesia.

Selama ini Sardono melihat modernisasi tari Indonesia hanya menyentuh kulitnya saja, tidak sampai pada esensi modernisasi itu sendiri. Sikap ini sempat menimbulkan kontroversi di beberapa kalangan seniman tradisi. Baginya seni tradisi tidak harus membuat dirinya mandek dalam menggeluti seni. Ia melihat bahwa seni tari lebih sekedar hiburan. Seni tari baginya adalah ungkapan pengalaman, perasaan dan pendapat dalam melihat setiap rangkaian peristiwa yang dilalui.

Sardono adalah seniman tari yang terlibat dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidupnya. Dalam setiap karyanya ia selalu membawakan tema yang menggajak masyarakat untuk lebih peduli pada apa yang terjadi di masyarakat itu sendiri. Gagasan dan pemikirannya tentang kehidupan telah membuatnya sedemikian dekat dengan alam sosial sekitarnya. Bahkan tidak jarang ia hidup bersama dalam sebuah komunitas suku terasing untul lebih mengenali akar tradisi yang menjadi nyawa dalam setiap karya tarinya.

Dalam setiap karya tarinya Sardono menggunakan berbagai unsur teater. Pementasan tari yang selama ini menggunakan tata panggung yang apa adanya oleh Sardono dikemas menjadi sebuah tontonan yang berbeda. Tata panggung dan pencahayaan yang digarap dengan serius seperti mengingatkan penonton pada pertuniukan teater kontemporer. Bahkan tidak jarang Sardono menggunakan perangkat multimedia untuk mendukung pementasan karyanya. Menurut koreografer Farida Oetoyo karya Sardono sudah termasuk “tanz-theater, artinya ada drama, ada tari, ada dekor, ada seni rupanya. Semuanya ada di situ. Dan wujud koreografi masa kini adalah itu.

Sardono mencapai puncak kariernya sebagai penari klasik Jawa pada awal 1960-an. Dimulai pada tahun 1964 saat ia mengikuti Rombongan Ramayana ke New York Fair, Amerika Serikat. Ke India Pada tahun 1967 di India, ia tidak hanya sebagai penari, tetapi juga penata artistik.

Pada tahun 1983, ia mendapat kehormatan untuk tampil di Festival Next Wave di Brooklyn Academy of Music, New York, Amerika Serikat, ia membawakan karya tarinya Passage Through the Gong. Ia mementaskan tari bertemakan lingkungan, soloensis atau Manusia Solo, di tiga kota ; Hamburg (Jerman ), Seoul (Korea Selatan) dan Jakarta. Soloensis kemudian dibawa ke Rio de Jeneiro (Brasil) pada tahun 1999.

Dalam forum Art Summit Indonesia tahun 1995, Sardono menampilkan karya seni sejarah yang spektakuler yaitu Opera Diponegoro di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Bersama-sama menggarap Samgita Pancasona tahun 1968, Sumantri Gugur dan Rama Bargawa tahun 1971. Ngrenesworo, Ketek Oglengdan Damarwulan tahun 1974.

Bermain dalam film Rembulan dan Matahari, karya tarinya yang penting diantaranya Dongeng Dari Dirah tahun 1974, Tarian Cak Rina tahun 1976, Pesta Desa Teges Kanignan tahun 1976, Yellow Submarine tahun 1977, Metaekologi tahun 1979. Kiskrenda Kanda tahun 1982, Hutan Plastik tahun 1983, Angin Timur tahun 1983, Kerudung Asap/Hutan Terbakar tahun 1986, 10 Menit dari Borobudur tahun 1987.

Nama Sardono W. Kusumo dalam kancah seni tari kontemporer Indonesia perlu dicatat sebagai seorang seniman yang berjasa membumikan kembali dan memodernkan tari-tari tradisi dengan menengok kepada esensi dan memperkenalkannya ke dunia internasional melalui pendekatan kontemporer.

Nama :
Sardono Waluyo Kusumo


Lahir :
Surakarta, Solo, Jawa Tengah,
6 Maret 1945


Pendidikan :
Fakultas Ekonomi UGM
(1964, tidak selesai),
Fakultas Ekonomi UI
(1967, tidak Tamat),
Jane Erdman Theatre of Dance New York,
Amerika Serikat (1964-1965)



Profesi :
Tenaga Pengajar (Dosen),
Koreografer Tari



Karier :
Anggota DKJ (1968-1970),
Dosen IKJ/LKPJ (1970-1985),
Rektor IKJ



Karya :
Samgita Pancasona(1968), Sumantri Gugur (1971),
Rama Bargawa (1971),
Ngreneswo (1974),
Ketek Ogleng (1974), Damarwulan (1974)
Dongeng Dari Dirah (1974), Tarian Cak Rina (1974),
Pesta Desa Teges Kanignan (1976),
Yellow Submarine (1977), Metaekologi (1979),
Kiskrenda Kanda (1983),
Hutan Plastik (1983),
Angin Timur (1983),
Kerudung Asap / Hutan Terbakar (1986),
10 Menit dari Borobudur (1987)


Filmografi :
Rembulan dan Matahari


Penghargaan :
Habibie Award bidang Ilmu Budaya (2008)

sumber:http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/sardonowaluyokusumo.html

No comments:

Post a Comment